A. DEFINISI
1. Osteoporosis
adalah kelainan di mana terjadi penurunan
massa tulang total. Terdapat perubahan pergantian tulang homeostasis
normal, kecepatan resorpsi tulang lebih besar dari kecepatan pembentukan
tulang, pengakibatkan penurunan masa tulang total. Tulang secara progresif menjadi porus, rapuh dan mudah patah,
tulang menjadi mudah fraktur dengan stres yang tidak akan menimbulkan pengaruh
pada tulang normal.
2. Osteoporosis adalah penyakit yang
ditandai dengan berkurangnya massa tulang dan adanya perubahan mikroarsitektur
jaringan tulang. Osteoporosis bukan hanya berkurangnya kepadatan tulang tetapi
juga penurunan kekuatan tulang. Pada osteoporosis kerusakan tulang lebih cepat
daripada perbaikan yang dilakukan oleh tubuh. Osteoporosis sering disebut juga
dengan keropos tulang. Tulang-tulang yang sering mengalami fraktur/patah yaitu
: tulang ruas tulang belakang, tulang pinggul, tungkai dan pergelangan lengan
bawah. (WHO).
3. Osteoporosis merupakan penyakit
metabolisme tulang yang ditandai dengan pengurangan massa tulang, kemunduran
mikroarsitektur tulang dan fragilitastulang yang meningkat, sehingga resiko
fraktur menjadi lebih besar. Insidenosteoporosis meningkat sejalan dengan
meningkatnya populasi usia lanjut (Adam,2002, Kaniawati, 2003; Hammett, 2004;
Sennang, 2006).
4. Osteoporosis merupakan penyakit
tulang yang ditandai dengan berkurangnya massa tulang, sehingga tulang menjadi
rapuh dan resiko terjadinya patah tulang meningkat. Dalam keadaan
Fisiologis/normal, tulang kita juga mengalami pengeroposan yang diikuti dengan
pembentukan sel-sel tulang baru di bagian tulang yang keropos, sedangkan pada
penyakit tulang osteoporosis, pengeroposan tulang terjadi berlebihan dan tidak
diikuti proses pembentukan yang cukup sehingga tulang jadi lebih tipis dan
rapuh. (artikel kesehatan).
5. Osteoporosis adalah penyakit tulang yang
mempunyai sifat-sifat khas berupa massa tulang yang rendah, disertai mikro
arsitektur tulang dan penurunan kualitas jaringan tulang yang dapat akhirnya
menimbulkan kerapuhan tulang. (Wikipedia).
6. Osteoporosis adalah kondisi
terjadinya penurunan densitas / matriks / massa tulang, peningkatan porositas
tulang, dan penurunan proses mineralisasi disertai dengan kerusakan arsitektur
mikro jaringan tulang yang mengakibatkan penurunan kekokohan tulang sehingga tulang
menjadi mudah patah (buku ajar asuhan keperawatan klien gangguan system
musculoskeletal).
7. Osteoporosis adalah kelainan di mana
terjadi penurunan massa tulang total. Terdapat perubahan pergantian tulang
homeostasis normal, kecepatan resorpsi tulang lebih besar dari kecepatan
pembentukan tulang, pengakibatkan penurunan masa tulang total. Tulang secara
progresif menjadi porus, rapuh dan mudah patah; tulang menjadi mudah fraktur
dengan stres yang tidak akan menimbulkan pengaruh pada tulang normal
(Brunner&Suddarth, 2000).
8. Osteoporosis adalah gangguan
metabolisme tulang sehingga masa tulang berkurang. Resorpsi terjadi lebih cepat
dari pada formasi tulang, sehingga tulang menjadi tipis (Pusdiknakes, 1995).
Jadi osteoporosis adalah kelainan atau gangguan yang terjadi karena penurunan
masa tulang total.
B. KLASIFIKASI
1. Osteoporosis primer
a. Tipe 1 adalah tipe yang terjadi pada
wanita pascamenopause.
b. Tipe 2 adalah tipe yang terjadi pada
orang usia lanjut baik pria maupun wanita.
2. Osteoporosis sekunder
Osteoporosis sekunder terutama disebabkan oleh penyakit-penyakit tulang erosif misalnya mieloma multiple, hipertirodisme, hiperparatiroidisme dan akibat obat-obatan yang toksik untuk tulang (misalnya : glukokortikoid).
Osteoporosis sekunder terutama disebabkan oleh penyakit-penyakit tulang erosif misalnya mieloma multiple, hipertirodisme, hiperparatiroidisme dan akibat obat-obatan yang toksik untuk tulang (misalnya : glukokortikoid).
3. Osteoporosis Idiopatik
Osteoporosis yang tidak diketahui penyebabnya dan ditemukan pada :
Osteoporosis yang tidak diketahui penyebabnya dan ditemukan pada :
a. Usia kanak-kanak (juvenile)
b. Usia remaja (adolesen).
c. Wanita pra-menopause.
d. Pria usia pertengahan
C. ETIOLOGI
Determinan penurunan Massa Tulang:
1. Faktor genetik
Faktor genetik berpengaruh terhadap risiko terjadinya fraktur.
Pada seseorang dengan tulang yang kecil akan lebih mudah mendapat risiko
fraktur dari pada seseorang dengan tulang yang besar. Sampai saat ini tidak ada
ukuran universal yang dapat dipakai sebagai ukuran tulang normal. Setiap
individu mempunyai ketentuan normal sesuai dengan sitat genetiknya serta beban
mekanis den besar badannya. Apabila individu dengan tulang yang besar, kemudian
terjadi proses penurunan massa tulang (osteoporosis) sehubungan dengan
lanjutnya usia, maka individu tersebut relatif masih mempunyai tulang lebih
banyak dari pada individu yang mempunyai tulang kecil pada usia yang sama
2.
Faktor mekanis
Di
lain pihak, faktor mekanis mungkin merupakan faktor yang terpenting dalarn proses
penurunan massa tulang sehubungan dengan lanjutnya usia. Walaupun demikian telah terbukti bahwa ada interaksi
panting antara faktor mekanis dengan faktor nutrisi hormonal. Pada umumnya aktivitas fisik akan menurun
dengan bertambahnya usia dan karena massa tulang merupakan fungsi beban
mekanis, massa tulang tersebut pasti akan menurun dengan bertambahnya usia.
3.
Kalsium
Faktor
makanan ternyata memegang peranan penting dalam proses penurunan massa tulang
sehubungan dengan bertambahnya Lisia, terutama pada wanita post menopause. Kalsium,
merupakan nutrisi yang sangat penting. Wanita-wanita pada masa peri menopause,
dengan masukan kalsiumnya rendah dan absorbsinya tidak baik, akan mengakibatkan
keseimbangan kalsiumnya menjadi negatif, sedang mereka yang masukan kalsiumnya
baik dan absorbsinya juga baik, menunjukkan keseimbangan kalsium positif. Dari
keadaan ini jelas, bahwa pada wanita masa menopause ada hubungan yang erat
antara masukan kalsium dengan keseimbangan kalsium dalam tubuhnya. Pada wanita
dalam masa menopause keseimbangan kalsiumnya akan terganggu akibat masukan
serta absorbsinya kurang serta eksresi melalui urin yang bertambah. Hasil akhir
kekurangan / kehilangan estrogen pada masa menopause adalah pergeseran
keseimbangan kalsium yang negatif, sejumiah 25 mg kalsium sehari.
4.
Protein
Protein juga merupakan faktor yang penting dalam
mempengaruhi penurunan massa tulang. Makanan yang kaya protein akan
mengakibatkan ekskresi asam amino yang mengandung sulfat melalui urin, hal ini
akan meningkatkan ekskresi kalsium.
Pada
umumnya protein tidak dimakan secara tersendiri, tetapi bersama makanan lain.
Apabila makanan tersebut mengandung fosfor, maka fosfor tersebut akan
mengurangi ekskresi kalsium melalui urin. Sayangnya fosfor tersebut akan
mengubah pengeluaran kalsium melalui tinja. Hasil akhir dari makanan yang
mengandung protein berlebihan akan mengakibatkan kecenderungan untuk terjadi
keseimbangan kalsium yang negatif
5.
Estrogen
Berkurangnya
/ hilangnya estrogen dari dalam tubuh akan mengakibatkan terjadinya gangguan
keseimbangan kalsium. Hal ini disebabkan oleh karena menurunnya eflsiensi
absorbsi kalsium dari makanan dan juga menurunnya konservasi kalsium di ginjal.
6.
Rokok dan kopi
Merokok
dan minum kopi dalam jumlah banyak cenderung akan mengakibatkan penurunan massa
tulang, lebih-lebih bila disertai masukan kalsium yang rendah. Mekanisme
pengaruh merokok terhadap penurunan massa tulang tidak diketahui, akan tetapi
kafein dapat memperbanyak ekskresi kalsium melalui urin maupun tinja.
7.
Alkohol
Alkoholisme
akhir-akhir ini merupakan masalah yang sering ditemukan. Individu dengan alkoholisme mempunyai kecenderungan
masukan kalsium rendah, disertai dengan ekskresi lewat urin yang meningkat.
Mekanisme yang jelas belum diketahui dengan pasti .
D. PATOFISIOLOGI
Osteoporosis
menunjukan adanya penurunan absolut dari jumlah tulang yang diperlukan sebagai
kekuatan penyanggah mekanik. Berkurangnya masa tulang, dan demikian pula dengan
massa otot sesungguhnya berkaitan dengan proses menua. Hanya apabila
berkurangnya (hilangnya) jaringan tulang cukup luas sampai menimbulkan gejala
maka disebut osteoporosis.
Osteoporosis
dapat dikategorikan menjadi 2 kategori, meliputi :
1.
Primer
: bentuk yang lebih umum .
2.
Sekunder : berkurangnya
jaringan tulang yang berkaitan dengan bermacam-macam sindrom patologik yang
jelas.
Hal
ini meliputi :
1.
Malnutrisi sebagai akibat kekurangan
protein dalam diet atau karena sindrom malabsorpsi.
2.
Beberapa kelainan endokrin seperti
sindrom cushing tirotoksikosis.
3.
Immobilisasi yang cukup lama
E. MANIFESTASI
KLINIS
1.
Nyeri
tulang akut.Nyeri terutama terasa pada tulang belakang, nyeri dapat dengan atau
tanpa fraktur yang nyata dan nyeri timbul mendadak.
2.
Nyeri
berkurang pada saat beristirahat di tempat tidur.
3.
Nyeri
ringan pada saat bangun tidur dan akan bertambah bila melakukan aktivitas
4.
Deformitas
tulang. Dapat terjadi fraktur traumatic pada vertebra dan menyebabkan kifosis
angular yang menyebabkan medulla spinalis tertekan sehingga dapat terjadi
paraparesis.
5.
Gambaran
klinis sebelum patah tulang, klien (terutama wanita tua) biasanya datang dengan
nyeri tulang belakang, bungkuk dan sudah menopause sedangkan gambaran klinis
setelah terjadi patah tulang, klien biasanya datang dengan keluhan punggung
terasa sangat nyeri (nyeri punggung akut), sakit pada pangkal paha, atau
bengkak pada pergelangan tangan setelah jatuh.
6.
Kecenderungan
penurunan tinggi badan.
7.
Postur
tubuh kelihatan memendek akibat dari Deformitas vertebra thorakalis.
F. KOMPLIKASI
Osteoporosis
mengakibatkan tulang secara progresif menjadi panas, rapuh dan mudah patah.
Osteoporosis sering mengakibatkan fraktur. Bisa terjadi fraktur kompresi
vertebra torakalis dan lumbalis, fraktur daerah kolum femoris dan daerah
trokhanter, dan fraktur colles pada pergelangan tangan.
G. PENATALAKSANAAN
1.
Diet
kaya kalsium dan vitamin D yang mencukupi sepanjang hidup, dengan peningkatan
asupan kalsium pada permulaan umur pertengahan dapat melindungi terhadap
demineralisasi tulang.
2.
Pada
menopause dapat diberikan terapi pengganti hormone dengan estrogen dan
progesterone untuk memperlambat kehilangan tulang dan mencegah terjadinya patah
tulang yang diakibatkan.
3.
Medical
treatment, oabt-obatan dapat diresepkan untuk menangani osteoporosis termasuk
kalsitonin, natrium fluoride, dan natrium etridonat.
4.
Pemasangan
penyangga tulang belakang (spinal brace) untuk mengurangi nyeri punggung.
H. PEMERIKSAAN
PENUNJANG
1.
Pemeriksaan
laboratorium (misalnya : kalsium serum, fosfat serum, fosfatase alkali, eksresi
kalsium urine,eksresi hidroksi prolin urine, LED).Pemeriksaan ini untuk menilai
kecepatan bone turnover.
Penilaian bone turnover rate dilakukan dengan
membandingkan aktivitas formasi tulang dengan aktivitas resorpsi tulang.
Apabila aktivitas pembentukan/formasi tulang lebih kecil dibandingkan dengan
aktivitas resorpsi tulang maka pasien ini memiliki risiko tinggi terhadap
osteoporosis. Evaluasi biokimia ini dilakukan melalui pemeriksaan darah
dan urine pagi hari.
2.
Pemeriksaan
non-invasif yaitu :
1. Pemeriksaan analisis aktivasi
neutron yang bertujuan untuk memeriksa kalsium total dan massa tulang.
2. Pemeriksaan absorpsiometri.
3. Pemeriksaan komputer tomografi (CT).
4. Pemeriksaan biopsi yaitu bersifat
invasif dan berguna untuk memberikan informasi mengenai keadaan osteoklas,
osteoblas, ketebalan trabekula dan kualitas meneralisasi tulang. Biopsi
dilakukan pada tulang sternum atau krista iliaka.
3.
Radiologi
Pemeriksaan radiologi vertebra
torakalis dan lumbalis AP dan lateral dilakukan untuk mencari adanya fraktur.
Nilai diagnostik pemeriksaan radiologi biasa untuk mendeteksi osteoporosis
secara dini kurang memuaskan karena pemeriksaan ini baru dapat mendeteksi
osteoporosis setelah terjadi penurunan densitas massa tulang lebih dari 30%.
I.
PENCEGAHAN
Pencegahan
sebaiknya dilakukan pada usia pertumbuhan/dewasa muda hal ini bertujuan:
Mencapai
massa tulang dewasa (Proses konsolidasi) yang optimal
Mengatur makanan dan life style yg menjadi seseorang
tetap bugar seperti:
1. Diet mengandung tinggi kalsium (1000 mg/hari)
2. Latihan
teratur setiap hari
3. Hindari
:Makanan tinggi protein, Minum alcohol, Merokok, Minum kopi, Minum antasida
yang mengandung aluminium.
ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
Anamnesis
1.
Riwayat
kesehatan. Anamnesis memegang peranan penting pada evaluasi klien osteoporosis.
Kadang keluhan utama (missal fraktur kolum femoris pada osteoporosis). Faktor
lain yang perlu diperhatikan adalah usia, jenis kelamin, ras, status haid,
fraktur pada trauma minimal, imobilisasi lama, penurunan tinggi badan pada
orang tua, kurangnya paparan sinar matahari, kurang asupan kalasium, fosfat dan
vitamin D. obat-obatan yang diminum dalam jangka panjang, alkohol dan merokok
merupakan factor risiko osteoporosis. Penyakit lain yang juga harus ditanyakan
adalah penyakit ginjal, saluran cerna, hati, endokrin dan insufisiensi pancreas
(diabetes mellitus, hipertiroid, hiperparatiroid, Sindrom Cushing, akromegali,
Hipogonadisme). Riwayat haid , usia menarke dan menopause, penggunaan obat
kontrasepsi, serta riwayat keluarga yang menderita osteoporosis juga perlu
dipertanyakan.
2.
Pengkajian
psikososial. Perlu mengkaji konsep diri pasien terutama citra diri khususnya
pada klien dengan kifosis berat. Klien mungkin membatasi interaksi sosial
karena perubahan yang tampak atau keterbatasan fisik, misalnya tidak mampu
duduk dikursi dan lain-lain. Perubahan seksual dapat terjadi karena harga diri
rendah atau tidak nyaman selama posisi interkoitus. Osteoporosis menyebabkan
fraktur berulang sehingga perawat perlu mengkaji perasaan cemas dan takut pada
pasien.
3.
Pola
aktivitas sehari-hari. Pola aktivitas dan latihan biasanya berhubungan dengan
olahraga, pengisian waktu luang dan rekreasi, berpakaian, mandi, makan dan toilet.
Beberapa perubahan yang terjadi sehubungan dengan dengan menurunnya gerak dan
persendian adalah agility, stamina menurun, koordinasi menurun, dan dexterity
(kemampuan memanipulasi ketrampilan motorik halus) menurun.
Adapun data subyektif dan obyektif yang bisa didapatkan dari klien dengan osteoporosis adalah :
Data subyektif :
1. Klien mengeluh nyeri tulang
belakang.
2. Klien mengeluh kemampuan gerak cepat
menurun.
3. Klien mengatakan membatasi
pergaulannya karena perubahan yang tampak dan keterbatasan gerak.
4. Klien mengatakan stamina badannya
terasa menurun.
5. Klien mengeluh bengkak pada
pergelangan tangannya setelah jatuh.
6. Klien mengatakan kurang mengerti
tentang proses penyakitnya.
7. Klien mengatakan buang air besar
susah dan keras
Data obyektif :
1. Tulang belakang bungkuk.
2. Terdapat penurunan tinggi badan.
3. Klien tampak menggunakan penyangga
tulang belakang (spinal brace).
4. Terdapat fraktur traumatic pada
vertebra dan menyebabkan kifosis angular.
5. Klien tampak gelisah.
6. Klien tampak meringis
4. Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik menggunakan metode 6 B (Breathing,
blood, brain, bladder, bowel dan bone) untuk mengkaji apakah di temukan
ketidaksimetrisan rongga dada, apakah pasien pusing, berkeringat dingin dan
gelisah. Apakah juga ditemukan nyeri punggung yang disertai pembatasan gerak
dan apakah ada penurunan tinggi badan, perubahan gaya berjalan, serta adakah
deformitas tulang.
1. B1 (breathing )
Inspeksi : ditemukan ketidaksimetrisan rongga dada dan tulang belakang
Palpasi : traktil fremitus seimbang kanan dan kiri
Perkusi : cuaca resonan pada seluruh lapang paru
Auskultasi : pada usia lanjut biasanya didapatkan suara ronki.
Inspeksi : ditemukan ketidaksimetrisan rongga dada dan tulang belakang
Palpasi : traktil fremitus seimbang kanan dan kiri
Perkusi : cuaca resonan pada seluruh lapang paru
Auskultasi : pada usia lanjut biasanya didapatkan suara ronki.
2. B2 (blood)
Pengisian kapiler kurang dari 1 detik sering terjadi keringat dingin dan pusing, adanya pulsus perifer memberi makna terjadi gangguan pembuluh darah atau edema yang berkaitan dengan efek obat.
Pengisian kapiler kurang dari 1 detik sering terjadi keringat dingin dan pusing, adanya pulsus perifer memberi makna terjadi gangguan pembuluh darah atau edema yang berkaitan dengan efek obat.
3. B3 (brain)
Kesadaran biasanya kompos mentis, pada kasus yang lebih parah klien dapat mengeluh pusing dan gelisah.
Kesadaran biasanya kompos mentis, pada kasus yang lebih parah klien dapat mengeluh pusing dan gelisah.
4. B4 (Bladder)
Produksi urine dalam batas normal dan tidak ada keluhan padasistem perkemihan.
Produksi urine dalam batas normal dan tidak ada keluhan padasistem perkemihan.
5. B5 (bowel)
Untuk kasus osteoporosis tidak ada gangguan eleminasi namun perlu dikaji juga frekuensi, konsistensi, warna serta bau feses.
Untuk kasus osteoporosis tidak ada gangguan eleminasi namun perlu dikaji juga frekuensi, konsistensi, warna serta bau feses.
6. B6 (Bone)
Pada inspeksi dan palpasi daerah kolumna vertebralis, klien osteoporosis sering menunjukkan kifosis atau gibbus (dowager’s hump) dan penurunan tinggi badan. Ada perubahan gaya berjalan, deformitas tulang, leg-length inequality dan nyeri spinal. Lokasi fraktur yang terjadi adalah antara vertebra torakalis 8 dan lumbalis 3
Pada inspeksi dan palpasi daerah kolumna vertebralis, klien osteoporosis sering menunjukkan kifosis atau gibbus (dowager’s hump) dan penurunan tinggi badan. Ada perubahan gaya berjalan, deformitas tulang, leg-length inequality dan nyeri spinal. Lokasi fraktur yang terjadi adalah antara vertebra torakalis 8 dan lumbalis 3
B. DIAGNOSA
KEPERAWATAN
Masalah
yang biasa terjadi pada klien osteoporosis adalah sebagai berikut :
1.
Nyeri
yang berhubungan dengan fraktur dan spasme otot
2.
Hambatan
mobilitas fisik yang berhubungan dengan disfungsi sekunder akibat perubahan
skeletal (kifosis) , nyeri sekunder, atau fraktur baru ditandai dengan klien
mengeluh kemampuan gerak cepat menurun, klien mengatakan badan terasa lemas,
stamina menurun, dan terdapat penurunan tinggi badan.
3.
Risiko
cedera yang berhubungan dengan dampak sekunder perubahan skeletal dan ketidakseimbangan
tubuh ditandai dengan klien mengeluh kemampuan gerak cepat menurun, tulang
belakang terlihat bungkuk.
4.
Kurang
pengetahuan mengenai proses osteoporosis dan program terapi yang berhubungan
dengan kurang informasi, salah persepsi ditandai dengan klien mengatakan kurang
,mengerti tentang penyakitnya, klien tampak gelisah.
5.
Gangguan
eliminasi alvi yang berhubungan dengan kompresi saraf pencernaan ileus
paralitik ditandai dengan klien mengatakan buang air besar susah dan keras.
6.
Kurang
perawatan diri yang berhubungan dengan keletihan atau gangguan gerak ditandai
dengan klien mengeluh nyeri pada tulang belakang, kemampuan gerak cepat
menurun, klien mengatakan badan terasa lemas dan stamina menurun serta terdapat
fraktur traumatic pada vertebra dan menyebabkan kifosis angular.
7.
Gangguan
citra diri yang berhubungan dengan perubahan dan ketergantungan fisik serta
psikologis yang disebabkan oleh penyakit atau terapi ditandai dengan klien
mengatakan membatasi pergaulan dan tampak menggunakan penyangga tulang belakang
(spinal brace).
C. INTERVENSI KEPERAWATAN
1.
Diagnosa keperawatan : Nyeri yang berhubungan dengan
fraktur dan spasme otot
Intervensi :
1. Anjurkan istirahat di tempat tidur
dengan posisi telentang atau miring.
2. Atur posisi lutut fleksi,
meningkatkan rasa nyaman dengan merelaksasi otot.
3. Kompres hangat intermiten dan pijat
pungung dapat memperbaiki otot.
4. Anjurkan posisi tubuh yang baik dan
ajarkan mekanika tubuh.
5. Gunakan korset atau brace punggung,
saat pasien turun dari tempat tidur.
6. Kolaborasi dalam pemberian analgesik
untuk mengurangi rasa nyeri
2.
Diagnosa
keperawatan : Hambatan mobilitas fisik yang berhubungan dengan disfungsi
sekunder akibat perubahan skeletal (kifosis) , nyeri sekunder, atau fraktur
baru ditandai dengan klien mengeluh kemampuan gerak cepat menurun, klien
mengatakan badan terasa lemas, stamina menurun, dan terdapat penurunan tinggi
badan.
Intervensi
:
1. Gunakan matras dengan tempat tidur
papan untuk membantu memperbaiki posisi tulang belakang.
2. Bantu pasien menggunakan alat bantu
walker atau tongkat
3. Bantu dan anjarkan latihan ROM
setiap 4 jam untuk meningkatkan fungsi persendian dan mencegah kontraktur.
4. Anjurkan menggunakan brace punggung
atau korset, pasien perlu dilatih menggunakannya dan jelas tujuannya.
5. Kolaborasi dalam pemberian analgetik,
estrogen, kalsium, dan vitamin D.
6. Kolaborasi dengan ahli gizi dalam
program diet tinggi kalsium serta vitamin C dan D
7. Kolaborasi dengan petugas
laboratorium dalam memantau kadar kalsium.
3.
Diagnosa keperawatan : Risiko cedera yang berhubungan
dengan dampak sekunder perubahan skeletal dan ketidakseimbangan tubuh ditandai
dengan klien mengeluh kemampuan gerak cepat menurun, tulang belakang terlihat
bungkuk.
Intervensi
:
1. Anjurkan melakukan Aktivitas fisik secara teratur hal ini
sangat penting untuk memperkuat otot, mencegah atrofi dan memperlambat
demineralisasi tulang progresif.
2. Ajarkan Latihan isometrik, latihan ini dapat digunakan
untuk memperkuat otot batang tubuh.
3. Anjurkan untuk
Berjalan, mekanika tubuh yang baik, dan postur yang baik.
4. Hindari Membungkuk mendadak, melenggok dan
mengangkat beban lama.
5. Lakukan aktivitas pembebanan berat badan Sebaiknya
dilakukan di luar rumah di bawah sinar matahari, karena sangat diperlukan untuk
memperbaiki kemampuan tubuh menghasilkan vitamin D.
4.
Diagnosa
Keperawatan : Kurang
pengetahuan mengenai proses osteoporosis dan program terapi yang berhubungan
dengan kurang informasi, salah persepsi ditandai dengan klien mengatakan kurang
,mengerti tentang penyakitnya, klien tampak gelisah.
Intervensi
:
1. Ajarkan pada klien tentang faktor-faktor yang
mempengaruhi terjadinya oeteoporosis.
2. Anjurkan diet atau suplemen kalsium yang memadai.
3. Timbang Berat badan secara teratur dan modifikasi gaya
hidup seperti Pengurangan kafein,
sigaret dan alkohol, hal ini dapat membantu mempertahankan massa tulang.
4. Anjurkan Latihan aktivitas fisik yang mana merupakan
kunci utama untuk menumbuhkan tulang dengan kepadatan tinggi yang tahan
terhadap terjadinya oestoeporosis.
5. Anjurkan pada lansia untuk tetap membutuhkan kalsium,
vitamin D, sinar matahari dan latihan yang memadai untuk meminimalkan efek
oesteoporosis.
6. Berikan Pendidikan pasien mengenai efek samping
penggunaan obat. Karena nyeri lambung dan distensi abdomen merupakan efek
samping yang sering terjadi pada suplemen kalsium, maka pasien sebaiknya
meminum suplemen kalsium bersama makanan untuk mengurangi terjadinya efek
samping tersebut. Selain itu, asupan cairan yang memadai dapat menurunkan
risiko pembentukan batu ginjal.
5.
Diagnosa Keperawatan : Gangguan eliminasi alvi yang berhubungan
dengan kompresi saraf pencernaan ileus paralitik ditandai dengan klien
mengatakan buang air besar susah dan keras.
Intervensi
:
1. Berikan
diet tinggi serat.
2. Berikan tambahan cairan dan gunakan pelunak tinja sesuai
ketentuan dapat membantu atau meminimalkan konstipasi.
3. Pantau asupan pasien, bising usus dan aktivitas usus
karena bila terjadi kolaps vertebra pada
T10-L2, maka pasien dapat mengalami
ileus.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar